Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai NasDem Kabupaten Sumedang, Dr Muhammad Reza Syariffudin Zaki atau yang akrab disapa Zaki, merilis buku berjudul “Hukum Pariwisata Syariah di ASEAN.” Dalam menulis buku “Hukum Pariwisata Syariah di ASEAN” ini, Zaki mengaku idenya muncul ketika ia melihat Indonesia ikut dalam kontestasi Muslim friendly tourism. Ia juga terinspirasi dari fakta sebuah peristiwa saat tren wisata halal atau syariah diawali dari konferensi World Tourism Organisation di Cordoba, Spanyol pada 1967. Konferensi ini disebut-sebut mengilhami perkembangan pariwisata berbasis agama hingga saat ini.
“Pada kontestasi Muslim friendly tourism, kita (Indonesia) sempat meraih predikat di tingkat Internasional tapi kemudian muncul satu pertanyaan ternyata dari sisi hukum kita belum punya payung hukum, pranata hukum, dan belum mendukung adanya kehadiran halal tourism di Indonesia, tapi juga ASEAN,” imbuh Zaki.
Menurut Zaki, istilah halal tourism atau pariwisata syariah bukanlah sebuah hal yang berbasis agama semata, bukanlah persoalan terkait Islam, Kristen, Hindu, Budha dan sebagainya, melainkan berbicara pada konteks local wisdom. Pariwisata menurut Zaki dalam transformasinya adalah soal menjual pengalaman, sesuatu yang dicari para turis. Negara-negara di Timur Tengah jelas memiliki potensi untuk mewujudkannya (halal tourism), begitu pula dengan kawasan ASEAN. Namun sayangnya, ASEAN sendiri saat ini belum memiliki dasar hukum mengenai pariwisata syariah, begitu juga dengan Indonesia yang belum mampu menyusun UU Pariwisata Syariah.
“Negara destinasi wisata halal populer di ASEAN, seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, seharusnya bisa belajar dari Thailand. Sebabnya, negara itu (Thailand) telah mengembangkan aplikasi khusus Muslim Friendly Tourism untuk membantu wisatawan berkunjung. Thailand juga serius dalam sertifikasi halal dan mengembangkan aplikasi halal check-in Thailand, yang terintegrasi dengan hotel, restoran dan layanan lainnya. Justru dengan populasi Muslim hanya lima persen, dengan 3.600 masjid, Thailand cukup menjanjikan. Bahkan pertumbuhan pariwisata halalnya cukup pesat. Indonesia dan Malaysia punya kompetitor yang cukup serius di tingkat ASEAN,” ujar Reza.
Zaki meyakini, ASEAN perlu secara regional mengembangkan regulasi terkait wisata halal. Sedangkan Indonesia, yang mengalami kemandegan dalam membicarakan Undang-Undang Pariwisata Halal, harus bergerak ke depan. UU tersebut penting sebagai induk regulasi bagi daerah-daerah yang ingin mengembangkan pariwisata halal. Tentu saja, setiap daerah yang mengembangkan tren wisata ini, harus mempertimbangkan kearifan lokal, sehingga kehadirannya justru memberi nilai tambah, bukan persoalan baru.
Zaki juga menggarisbawahi, bahwa wisata halal tidak terbatas hanya soal Muslim. Di Jepang, ujarnya, bahkan ada tempat karaoke juga menyediakan mushola. Strategi yang dilakukan untuk menggaet pasar Muslim dan memanfaatkan tren wisata halal. Zaki menambahkan bahwa Indonesia sebagai Negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, agar jangan sampai terjadi capital flight. Wisatawan pergi ke berbagai macam negara, padahal sebenarnya mereka bisa menghabiskan uang itu di negara sendiri.
“Potensi sebenarnya umat muslim Indonesia yang kemudian menghabiskan anggaran triliunan di luar negeri untuk vacation, travelling dan sebagainya. Andai saja kemudian itu bisa ditangkap oleh Indonesia dengan membangun halal tourism destination, maka itu akan berbeda konteksnya. Capital flight bisa kita cegah dan kemudian ada maksimalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Kita punya target 20 juta wisatawan di tahun 2020, itu target yang sebenarnya tidak terlalu besar jika dibandingkan Malaysia dan sebagainya, tetapi target itu tidak bisa tercapai, bahkan domestic market saja tidak bisa dipenuhi, karena kita justru memilih untuk pergi keluar dibandingkan stay di dalam negeri sendiri.” Pungkas Zaki.
Buku “Hukum Pariwisata Syariah di ASEAN” ditulis Zaki dengan semangat dan harapan agar literasi terhadap perkembangan wisata halal atau syariah di negeri ini bisa sampai pada proses politik, dimana kemudian Rancangan Undang-Undang Pariwisata Syariah bisa selesai di meja parlemen dan eksekutif. Karena tanpa hadirnya Undang-Undang Pariwisata Syariah, akan menjadi gejolak di daerah-daerah yang selama ini sudah berinisiatif mengembangkan wisata halal, tapi kemudian tidak ada payung hukum secara undang-undang.
Selain itu dalam konteks regionalism, Zaki berharap ASEAN yang memotret bahwa ini (halal tourism) adalah potensi yang cukup besar, bisa segera mengatur dalam konteks jasa di sektor halal tourism secara spesifik. Kemudian dari konteks internasional atau regionalism juga bisa memberikan sesuatu guidance kepada negara di ASEAN, agar bisa menyesuaikan sesuai hukum yang ada di masing-masing negara, terhadap kesepakatan yang ada di tingkat ASEAN.
Kenal lebih dekat dengan penulis buku "Hukum Pariwisata Syariah di ASEAN," Dr Muhammad Resa Syariffudin Zaki dengan follow IG nya : @rezaszaki
#NasDemMuda #MudaNasDem #NasDemMilenial #MilenialNasDem #Milenial #AnakMuda #AnakMudaIndonesia #NasDemMilenial #BukuHukumPariwisataSyariahdiASEAN #HukumPariwisataSyariahdiASEAN #PariwisataSyariah #HalalTourism #WisataHalal #Muslim FriendlyTourism #WisataRamahMuslim #Pariwisata #RezaZaki #Buku #Wisata #Travelling #MuslimTraveller
Comments