Polarisasi politik begitu mudah terlihat di tengah masyarakat menjelang pemilu 2024 yang sudah semakin dekat. Jika tidak diwaspadai, akan menimbulkan dampak yang tidak sehat dalam kedewasaan berpolitik masyarakat kita.
Istilah polarisasi politik merujuk pada fenomena keterbelahan masyarakat karena perbedaan pandangan terhadap isu politik tertentu sehingga masyarakat terpecah menjadi dua kubu yang saling dan selalu berlawanan.
Akibat polarisasi politik, satu kubu dengan kubu yang lain tidak berhenti berseberangan menyangkut keberpihakan, ideologi, kepercayaan dan kebijakan.
Hal itu didukung oleh kesimpulan dari Hasil Survei Nasional yang dilakukan oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) pada Maret lalu, di mana polarisasi politik di Indonesia betul-betul terjadi bila di dunia nyata maupun di dunia maya.
Menurut Ketua Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI), polarisasi yang terjadi disumbang oleh tiga faktor utama, yaitu berbasis agama, berdasar kepuasan kinerja pemerintah dan berdasar sentimen anti luar negeri (asing).
Yang berbahaya adalah jika faktor-faktor tadi dimainkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan tertentu, ditambah dengan memanfaatkan isu SARA, ujaran kebencian, kampanye hitam, doktrin radikal dan lain sebagainya.
Tidak dapat dipungkiri, masyarakat akan mudah terbelah dan terpecah jika mereka cenderung berkiblat pada ideologi, identitas dan kandidat calon presiden tertentu, sehingga dalam bentuk ekstremnya akan terlihat bagaimana satu kelompok begitu mudahnya menyalahkan kelompok lain dan sebaliknya.
Ketegangan ini akan dapat lebih parah jika masyarakat peserta pemilu memiliki karakter yang lebih memandang sosok dan figur kandidat calon presiden ketimbang melihat visi dan misinya.
Entah itu bakal terjadi di Pemilu 2024 mendatang atau tidak, tapi akan lebih bijak bila kontestasi pemilu pada tahun-tahun sebelumnya dijadikan pelajaran. Minimal, mencegah supaya itu tidak terjadi. Polarisasi politik perlu untuk dicegah supaya masyarakat tidak terpecah. Karena tidak ada jaminan, perpecahan yang ditimbulkannya akan hilang begitu muda seiring dengan selesainya pemilu.
Apa yang perlu dilakukan untuk mencegah polarisasi politik?
Mencegah polarisasi politik dalam pemilu menjadi tantangan yang memerlukan keterlibatan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, partai politik dan masyarakat itu sendiri.
Kandidat calon pemimpin harus berupaya menghindari retorika yang memperkuat perbedaan dan memecah belah masyarakat. Mereka harus bertanggung jawab atas kata-kata dan tindakan mereka dalam menciptakan ekosistem politik yang sejuk dan mengasyikkan.
Kemudian pemerintah dan lembaga media bekerja sama untuk memberikan akses yang lebih baik dan keterbukaan informasi politik. Hal itu karena transparansi dalam kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan dapat membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik.
Langkah selanjutnya adalah menjadikan pendidikan politik tentang bahayanya polarisasi politik sebagai isu bersama bagi semua kandidat sehingga mereka saling memberikan kampanye edukatif dan kesadaran tentang bahaya polarisasi politik.
Seluruh partai politik juga penting peran dan keterlibatannya dalam meminimalisir terjadinya polarisasi politik. Setiap parpol harus bersedia berkolaborasi untuk mencari solusi atas isu-isu penting yang dihadapi masyarakat. Kolaborasi ini menjadi pesan penting untuk masyarakat bahwa ada banyak area di mana mereka memiliki kesamaan pandangan, dan bukan hanya perbedaan.
Comments